Bunyi lengkap Pasal 160 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) :
.
“Barang siapa di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti baik ketentuan undang-undang maupun perintah jabatan yang diberikan berdasar ketentuan undang-undang, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”
R Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal 136-137) menerangkan bahwa:
1. “Menghasut” artinya mendorong, mengajak, membangkitkan atau membakar semangat orang supaya berbuat sesuatu. Dalam kata “menghasut” tersimpul sifat “dengan sengaja”.
Menghasut itu lebih keras daripada “memikat” atau “membujuk”, akan tetapi bukan “memaksa”.
Orang memaksa orang lain untuk berbuat sesuatu, menurut Soesilo, bukan berarti menghasut.
Cara menghasut orang itu misalnya secara langsung: “Seranglah polisi yang tidak adil itu, bunuhlah, dan ambillah senjatanya!” ditujukan terhadap seorang polisi yang sedang menjalankan pekerjaannya yang sah.
Sedangkan cara menghasut orang secara tidak langsung, seperti dalam bentuk pertanyaan: “Saudara-saudara, apakah polisi yang tidak adil itu kamu biarkan saja, apakah tidak kamu serang, bunuh, dan ambil senjatanya?”
2. Menghasut itu dapat dilakukan baik dengan lisan, maupun dengan tulisan. Apabila dilakukan dengan lisan, maka kejahatan itu menjadi selesai jika kata-kata yang bersifat menghasut itu telah diucapkan.
Jika menghasut dengan tulisan, hasutan itu harus ditulis dahulu, kemudian disiarkan atau dipertontonkan pada publik.
3. Orang hanya dapat dihukum apabila hasutan itu dilakukan di tempat umum, tempat yang didatangi publik atau dimana publik dapat mendengar.
Tidak perlu penghasut itu berdiri di tepi jalan raya misalnya, akan tetapi yang disyaratkan ialah di tempat itu ada orang banyak.
Tidak mengurangkan syarat bahwa hasutan harus di tempat umum dan ada orang banyak, hasutan itu bisa terjadi meskipun hanya ditujukan pada satu orang.
Orang yang menghasut dalam rapat umum dapat dihukum demikian pula di gedung bioskop, meskipun masuknya degan karcis, karena itu adalah tempat umum, sebaliknya menghasut dalam pembicaraan yang bersifat “kita sama kita” (onder onsjes, vertrouwelijk) itu tidak dapat dihukum.
4. Maksud hasutan itu harus ditujukan supaya:
a. Dilakukan suatu peristiwa pidana (pelanggaran atau kejahatan) = semua perbuatan yang diancam dengan hukuman
b. Melawan pada kekuasaan umum dengan kekerasan
c. Jangan mau menurut pada peraturan perundang-undangan
d. Jangan mau menurut perintah yang sah yang diberikan menurut undang-undang
Sebagai tambahan informasi, pasal penghasutan berubah menjadi delik materil. Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengubah rumusan delik penghasutan dalam Pasal 160 KUHP dari delik formil menjadi delik materil.
Artinya, pelaku penghasutan baru bisa dipidana bila berdampak pada tindak pidana lain, seperti kerusuhan atau perbuatan anarki lainnya.
Sebelumnya KUHP menyebut Pasal 160 yang mengatur penghasutan sebagai delik formil. Artinya, perbuatan penghasutan itu bisa langsung dipidana tanpa melihat ada tidaknya dampak dari penghasutan tersebut.
Dengan diubahnya penghasutan menjadi delik materil, tentu memiliki dampak yang berbeda. Rumusan delik materil adalah seseorang yang melakukan penghasutan baru bisa dipidana bila berdampak pada tindak pidana lain, seperti kerusuhan atau suatu perbuatan anarki.
Sumber: Tri Jata Ayu Pramesti, S.H., Sengaja Menghasut Orang Lain Agar Bertengkar, Bisakah Dipidana?, hukumonline.com
Credit MALUFAKUM
0 Comments
Bijaklah Dalam Berkomentar