ULASAN SEDERHANA MENGENAI MOSI TIDAK PERCAYA



Beberapa bulan yang lalu, ramai dibicarakan di sosial media tagar “Mosi Tidak Percaya”. Tagar tersebut mulai viral usai pemerintah menyetujui Omnibus Law RUU Cipta Kerja (Ciptaker) ditetapkan menjadi undang-undang.

Kebijakan ini pun menyerukan Mosi Tidak Percaya dari berbagai kalangan masyarakat. Berbagai aksi massa hingga turun ke jalan pun banyak digelar di berbagai kota. Selain itu tagar berupa “Mosi Tidak Percaya” juga mulai diserukan oleh para netizen. Alasannya karena UU tersebut dianggap bermasalah..
.
Menelisik dari sejarahnya, arti mosi tidak percaya dipakai oleh parlemen untuk menyatakan ketidakpercayaannya kepada pemerintah karena dinilai tidak lagi mampu menjalankan tugasnya dengan baik.

Jauh dari itu, mosi tidak percaya telah dipakai pada sistem pemerintahan parlementer.

Awalnya, tradisi tersebut dimulai sejak Maret 1782, tepatnya setelah kekalahan pasukan Britania dalam pertempuran Yorktown.
.
Setelah kekalahan tersebut, pihak parlemen menegaskan sikapnya untuk tidak lagi percaya kepada menteri yang menjabat.
.
Sosok Perdana Menteri saat itu, Lord North menanggapi dengan sikap yang tak kalah tegas meminta Raja George III menerima surat pengunduran dirinya.
.
Di Indonesia sendiri, mosi tidak percaya juga telah dilakukan pada masa demokrasi liberal. Kala itu, ditunjukkan pada Perdana Menteri, Natsir.
.
Pemberontakan terjadi di hampir seluruh wilayah Tanah Air dan mengancam keamanan dalam negeri. Termasuk dengan adanya Gerakan DI/TII, Gerakan Andi Azis, Gerakan APRA, hingga RMS.
.
Puncaknya pada 22 Januari 1951, parlemen pun menyuarakan mosi tidak percaya.

Hasilnya, pada 21 Maret 1951, Perdana Menteri, Natsir mengembalikan mandatnya kepada Presiden. Dua tahun kemudian, mosi yang sama juga mengakibatkan jatuhnya kabinet Wilopo, pada 2 Juni 1953.
.
Melihat dari sejarahnya bisa dilihat bahwa mosi tidak percaya adalah kondisi di mana kinerja atau keputusan rapat yang diambil oleh pejabat pemerintahan tidak dilakukan dengan baik.

Secara umum, ketika parlemen memutuskan untuk mengeluarkan mosi tanda tidak percaya, sebuah pemerintahan haruslah segera mengundurkan diri atau membubarkan parlemen untuk kemudian mengadakan pemilihan umum.

Hal ini seperti yang berlaku pula di Jerman, di mana kanselirnya bisa diberhentikan melalui suara mayoritas parlemen melalui mosi tanda tidak percaya.

Lantas, bagaimana hal ini berlaku dalam sistem pemerintahan Indonesia?
.
Hak-hak DPR diatur dalam pasal 77 ayat (1), UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Perwakilan Rakyat Daerah. Hak tersebut berupa tiga hal, yakni interpelasi, angket, dan menyatakan pendapat.

Dari keseluruhan hak di atas, tidak ada yang secara tegas menyebutkan perihal mosi ketidakpercayaan. Namun, hak DPR untuk ‘Menyatakan Pendapat’ bisa menjadi pengajuan mosi, meski dianggap sebatas istilah politik semata.

Dilihat dari sejarah dan penjelasannya bisa diketahui bersama jika mosi tidak percaya dilahirkan dari parlemen kepada pemerintah. Lucunya, yang terjadi di Indonesia seringkali mosi ketidakpercayaan justru berasal dari mahasiswa dan masyarakat sipil ke DPR dan pihak pemerintah sendiri.


Credit MALUFAKUM

Membaca dan Menulis Disini

Post a Comment

0 Comments